Pages

Sunday, January 26, 2014

Mas Kawin, Pesta dan Bulan Madu


Baru-baru ini saya dikontak oleh salah seorang sahabat saya di Hadramaut. Kami berdua cukup akrab. Sebelum meninggalkan Yaman, saya mendengar kabar bahwa dia akan menikah.

Untuk mempersiapkan pernikahannya, sahabat saya ini belakangan bekerja keras sekali. Dia berprofesi sebagai hajjam, kalau bahasa kitanya tukang bekam. Sebelumnya dia hanya buka praktek dari jam 8 pagi sampai jam 12. Sekarang sore pun buka dari ashar sampai menjelang maghrib. Tidak hanya itu, dia pun melayani panggilan hijamah di luar waktu kerja. Seperti kejar setoran?


Ternyata memang iya! Keluarga calon istri meminta mahar yang cukup berat bagi dirinya yang cuma berprofesi sebagai seorang tukang bekam. Keluarga meminta tiga ratus ribu riyal Yaman atau sekitar lima belas juta rupiah sebagai mas kawin.

Tidak cukup itu, kawan saya tadi juga juga harus mempersiapkan sekitar sepuluh juta rupiah untuk memberi perkakas rumahtangga yang harus disiapkan sebelum akad. Belum lagi puluhan juta untuk pesta pernikahan.

Demikianlah adat di Hadramaut. Di tempat yang lain di Yaman, mas kawin dan biaya pernikahan jauh lebih tinggi daripada biaya teman saya tadi. Teman yang lain yang berasal dari propinsi Syabwa misalnya, untuk mas kawin saja dia harus mempersiapkan sekitar empat puluh juta rupiah. Hal yang membuat saya tidak tahan untuk berkomentar, "Emang secantik bidadari apa, kok mas kawinnya mahal banget?"

Sebenarnya bagaimana sih ketentuan Islam tentang mas kawin atau yang dalam istilah syar'i disebut sebagai mahar?

Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin pernah ditanya,

"Apa pendapat anda tentang mahalnya mahar dan berlebihan dalam merayakan pesta perkawinan, lebih khusus persiapan untuk suatu acara yang disebut sebagai bulan madu dengan biaya-biaya yang sangat memberatkan. Apakah syariat menyetujui perbuatan seperti ini?"

Beliau menjawab,
"Sesungguhnya bermahal-mahalan dalam masalah mahar dan perayaan pesta, semuanya menyelisihi syariat karena pernikahan yang paling besar berkahnya adalah yang paling ringan biayanya dan semakin sedikit biaya tersebut, maka akan semakin besar pula keberkahannya.  Ini merupakan perkara yang mayoritas keadaannya kembali kepada wanita karena wanitalah yang membawa suami-suami mereka untuk bermahal-mahalan dalam mas kawin. 

Jika datang mahar yang ringan, maka keluarga wanita akan mengatakan, "Sesungguhnya putri kami kan butuh ini dan butuh itu…"

Demikian pula bermahal-mahalan dalam perayaan pesta termasuk perkara yang dilarang syariat dan hal itu masuk dalam firman Allah ta'ala,

وَلاَ تُسْرِفُوْا إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ

“Dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”(Al A'raf:31)

Banyak pula dari para wanita yang mempengaruhi calon suaminya untuk melakukan pesta besar-besaran dengan mengatakan, “Kalau si Fulan yang merayakan pesta, pasti acaranya ada ini dan itu…”  Akan tetapi yang wajib dilakukan dalam perkara semacam ini agar dilakukan dengan cara yang disyariatkan,seseorang jangan melampaui batas padanya dan tidak berlebihan karena Allah ta'ala melarang dari sikap berlebihan.  Allah berfirman:

إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Ar Ra'du: 31)

Adapun apa yang dikatakan sebgai bulan madu, maka ini lebih buruk dan lebih dibenci karena ini merupakan sikap mengekor kepada selain muslimin dan padanya terdapat sikap menghambur-hamburkan harta yang banyak.  Juga padanya terdapat sikap menyia-nyiakan banyak urusan agama, lebih khusus jika dilakukan di negeri-negeri selain Islam.

Mereka akan kembali dengan membawa adat dan kebudayaan yang berbahaya bagi mereka dan masyarakatnya. Ini merupakan perkara-perkara yang dikhawatirkan akan menimpa umat.  Adapun jika seseorang melakukan safar dengan isterinya untuk melakukan umrah atau mengunjungi Madinah, maka yang demikian tidak mengapa insyaallah.

Demikianlah bimbingan Asy Syaikh mengenai permasalahan mas kawin, pesta dan bulan madu. 

Mas kawin yang tinggi, kalau dilihat dari sisi sosial juga memiliki efek negatif. Beberapa efek negatif yang timbul dari mahar yang tinggi di antaranya:

1.         Sulitnya para pemuda untuk menikah, sehingga mereka pun terjerumus dalam perbuatan nista seperti menyalurkan syahwat mereka dengan melihat film-film porno atau bahkan homoseksual, naudzubillah

2.         Setelah menikah, para suami memperlakukan istrinya dengan semena-mena, membebaninya dengan berbagai pekerjaan berat dengan alasan dulu saya sudah beli kamu dengan mas kawin yang tinggi.

3.         Para wanita shalihah tidak mendapatkan suami yang salih juga, karena faktor yang menjadi patokan bukanlah lagi keshalihan, bagusnya agama dan akhlak, akan tetapi yang jadi patokan adalah siapa yang bisa menyediakan mahar yang tinggi.

Semoga Allah berikan kesadaran kepada para orang tua untuk memudahkan urusan pernikahan anak-anak mereka.

Wallahu a'lam bisshawab.

(Catatan harian Wira Bachrun Al Bankawy)

No comments:

Post a Comment