Baru-baru ini saya dikontak oleh salah seorang sahabat saya di Hadramaut. Kami berdua cukup akrab. Sebelum meninggalkan Yaman, saya mendengar kabar bahwa dia akan menikah.
Untuk mempersiapkan
pernikahannya, sahabat saya ini belakangan bekerja keras sekali. Dia berprofesi
sebagai hajjam, kalau bahasa kitanya tukang bekam. Sebelumnya dia hanya
buka praktek dari jam 8 pagi sampai jam 12. Sekarang sore pun buka dari ashar
sampai menjelang maghrib. Tidak hanya itu, dia pun melayani panggilan hijamah
di luar waktu kerja. Seperti kejar setoran?
Ternyata memang iya! Keluarga
calon istri meminta mahar yang cukup berat bagi dirinya yang cuma berprofesi
sebagai seorang tukang bekam. Keluarga meminta tiga ratus ribu riyal Yaman atau
sekitar lima
belas juta rupiah sebagai mas kawin.
Tidak cukup itu, kawan saya
tadi juga juga harus mempersiapkan sekitar sepuluh juta rupiah untuk memberi
perkakas rumahtangga yang harus disiapkan sebelum akad. Belum lagi puluhan juta untuk pesta pernikahan.
Demikianlah adat di
Hadramaut. Di tempat yang lain di Yaman, mas kawin dan biaya pernikahan jauh
lebih tinggi daripada biaya teman saya tadi. Teman yang lain yang berasal dari
propinsi Syabwa misalnya, untuk mas kawin saja dia harus mempersiapkan sekitar
empat puluh juta rupiah. Hal yang membuat saya tidak tahan untuk berkomentar,
"Emang secantik bidadari apa, kok mas kawinnya mahal banget?"
Sebenarnya bagaimana sih
ketentuan Islam tentang mas kawin atau yang dalam istilah syar'i disebut
sebagai mahar?
Asy Syaikh Muhammad bin
Shalih Al Utsaimin pernah ditanya,
"Apa pendapat anda
tentang mahalnya mahar dan berlebihan dalam merayakan pesta perkawinan, lebih
khusus persiapan untuk suatu acara yang disebut sebagai bulan madu dengan
biaya-biaya yang sangat memberatkan. Apakah syariat menyetujui perbuatan
seperti ini?"
Beliau menjawab,
"Sesungguhnya
bermahal-mahalan dalam masalah mahar dan perayaan pesta, semuanya menyelisihi
syariat karena pernikahan yang paling besar berkahnya adalah yang paling ringan
biayanya dan semakin sedikit biaya tersebut, maka akan semakin besar pula
keberkahannya. Ini merupakan perkara
yang mayoritas keadaannya kembali kepada wanita karena wanitalah yang membawa
suami-suami mereka untuk bermahal-mahalan dalam mas kawin.
Jika datang mahar yang
ringan, maka keluarga wanita akan mengatakan, "Sesungguhnya putri kami kan butuh ini dan butuh
itu…"
Demikian pula
bermahal-mahalan dalam perayaan pesta termasuk perkara yang dilarang syariat
dan hal itu masuk dalam firman Allah ta'ala,
وَلاَ
تُسْرِفُوْا إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ
“Dan janganlah
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan.”(Al A'raf:31)
Banyak pula dari para wanita
yang mempengaruhi calon suaminya untuk melakukan pesta besar-besaran dengan
mengatakan, “Kalau si Fulan yang merayakan pesta, pasti acaranya ada ini dan
itu…” Akan tetapi yang wajib dilakukan
dalam perkara semacam ini agar dilakukan dengan cara yang disyariatkan,seseorang
jangan melampaui batas padanya dan tidak berlebihan karena Allah ta'ala
melarang dari sikap berlebihan. Allah
berfirman:
إِنَّهُ
لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ
Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Ar Ra'du: 31)
Adapun apa yang dikatakan
sebgai bulan madu, maka ini lebih buruk dan lebih dibenci karena ini merupakan
sikap mengekor kepada selain muslimin dan padanya terdapat sikap
menghambur-hamburkan harta yang banyak.
Juga padanya terdapat sikap menyia-nyiakan banyak urusan agama, lebih
khusus jika dilakukan di negeri-negeri selain Islam.
Mereka akan kembali dengan
membawa adat dan kebudayaan yang berbahaya bagi mereka dan masyarakatnya. Ini
merupakan perkara-perkara yang dikhawatirkan akan menimpa umat. Adapun jika seseorang melakukan safar dengan
isterinya untuk melakukan umrah atau mengunjungi Madinah, maka yang demikian
tidak mengapa insyaallah.
Demikianlah bimbingan Asy
Syaikh mengenai permasalahan mas kawin, pesta dan bulan madu.
Mas kawin yang tinggi, kalau
dilihat dari sisi sosial juga memiliki efek negatif. Beberapa efek negatif yang
timbul dari mahar yang tinggi di antaranya:
1. Sulitnya para pemuda untuk menikah, sehingga mereka pun
terjerumus dalam perbuatan nista seperti menyalurkan syahwat mereka dengan
melihat film-film porno atau bahkan homoseksual, naudzubillah
2. Setelah menikah, para suami memperlakukan istrinya dengan
semena-mena, membebaninya dengan berbagai pekerjaan berat dengan alasan dulu
saya sudah beli kamu dengan mas kawin yang tinggi.
3. Para wanita shalihah tidak
mendapatkan suami yang salih juga, karena faktor yang menjadi patokan
bukanlah lagi keshalihan, bagusnya agama dan akhlak, akan tetapi yang jadi
patokan adalah siapa yang bisa menyediakan mahar yang tinggi.
Semoga Allah berikan kesadaran kepada para orang tua untuk memudahkan urusan pernikahan anak-anak mereka.
Semoga Allah berikan kesadaran kepada para orang tua untuk memudahkan urusan pernikahan anak-anak mereka.
Wallahu a'lam bisshawab.
(Catatan harian Wira Bachrun Al
Bankawy)
No comments:
Post a Comment